Saturday 28 August 2010

Mudik

DI suatu kultum (kuliah tujuh menit), seorang dai menyatakan alangkah sia-sianya tradisi mudik Lebaran. Pertama karena tidak ada satu ayat pun dalam Alquran dan tidak satu kata pun dalam Hadis Rasulullah yang menganjurkan (sunah) hal itu, apalagi mewajibkannya.

Kedua,lihatlah betapa banyaknya uang dihamburkan, kadangkadang sampai berutang hanya untuk mudik dan betapa penderitaan yang harus dialami.Antre tiket kereta api atau bus semalaman belum tentu kebagian. Kalau dapat pun harus berdesak-desak, naik dari jendela,dan tergencet penumpang lain, berikut kardus-kardus bekas aqua atau supermi isi oleh-oleh. Yang naik sepeda motor bahkan berisiko kecelakaan sampai tewas.

Padahal––ini alasan ketiga––, hari ginikansudah ada SMS,BBM (blackberry mesenger),Facebook,dan Twitter (tampaknya ustaznya gaul juga, nih), ngapain juga bertaruh harta dan nyawa untuk suatu hal yang tidak disuruh agama? Namun,pak dai lupa bahwa mudik memang bukan bagian dari agama Islam, melainkan merupakan salah satu ekspresi budaya dari agama itu.

Menurut antropolog Kuncaraningrat, budaya terdiri atas tiga unsur, yakni kepercayaan, kebiasaan (perilaku), dan artifak (pernikpernik untuk mewujudkan kepercayaan seperti kardus-kardus isi oleh-oleh itu).Kebiasaan lain dalam budaya Islam di beberapa daerah Indonesia adalah masak ketupat, saling bermaafan,saling memberi makanan atau kado,memakai baju baru, libur panjang,dan lain-lain. Kebiasaan-kebiasaan itu tidak ada pada budaya Islam lain.

Misalnya, muslim Pakistan di Inggris tidak libur pada hari Idul Fitri.Mereka tetap membuka toko-toko masing-masing dan mereka menyelenggarakan salat Id dua shift, jam 7 dan 9 pagi. Maksudnya agar anggota keluarga bisa bergantian menjaga toko dan salat Id.Di Arab Saudi,Idul Fitri berlalu seperti hari biasa,sebab yang pokok buat mereka adalah Idul Adha.

Sebaliknya kebiasaan yang di Indonesia dianggap sebagai budaya Islam ternyata ada juga di budaya lain. Misalnya kebiasaan mudik ada di masyarakat China dalam rangka perayaan Ceng Beng(hari peringatan arwah).Jangan coba-coba ke Pontianak sekitar hari Cheng Beng karena pesawat-pesawat terbang penuh dengan masyarakat China asal Kalbar yang mau merayakan Ceng Beng. Bahkan orang Amerika punya tradisi mudik untuk merayakan Thanks Giving Day.

*** Tepat pada hari Minggu, seminggu yang lalu, di koran ini (halaman 11) ada tulisan tentang Zimbardo. Dia adalah seorang psikolog yang tidak banyak dikenal oleh awam seperti Freud (psikoanalisis) dan Maslow (teori motivasi). Namun di kalangan psikologi sosial dia sangat terkenal dengan eksperimen-eksperimennya yang menguji gejala-gejala sosial bukan dengan pengamatan alamiah di lapangan,melainkan membawa gejala itu ke laboratorium.

Salah satu eksperimennya yang terkenal adalah tentang “penjara”. Sejumlah mahasiswa direkrutnya, kemudian dipecah ke dalam dua kelompok secara acak.Kelompok pertama diberi peran sebagai sipir penjara, lengkap dengan pakaian seragam, lencana, dan senjata. Tugas mereka adalah menjaga “penjara” yang sengaja dibangun oleh Zimbardo sebagai laboratoriumnya. Kelompok kedua adalah “narapidana”.

Mereka ditangkap di rumah masing-masing oleh mobil polisi dan setelah dibacakan tuduhannya dan hak-haknya, dia dimasukkan ke mobil polisi dengan tangan terborgol untuk ditahan di penjara. Yang menarik,hanya dalam hitungan hari, para “sipir” penjara sudah melakukan kebiasaankebiasaan jelek yang sudah dilakukan para sipir profesional selama bertahun-tahun (membentak, melecehkan, dan seterusnya).

Sebaliknya, para tahanan itu mau saja diperlakukan tidak manusiawi. Begitu berbahayanya perkembangan eksperimen ini sehingga Zimbardo menghentikan percobaannya sebelum mencapai seminggu. Kesimpulannya, suatu budaya (termasuk budaya kekerasan) tidak selalu harus menunggu bertahun- tahun. Segera sesudah kelompok terbentuk, bisa saja terjadi kebiasaan tertentu yang timbul karena pengelompokan sendiri.

Anda sendiri pun bisa melakukan eksperimen seperti ini.Buatlah sebuah permainan kelompok.Kelompok besar dipecah jadi dua subkelompok. Kemudian beri mereka tugas untuk saling berkompetisi. Dalam waktu sekejap akan terjadi pembentukan sikap ingroup dan outgroup, yaitu kompak dengan teman sendiri (ingroup),tetapi saling mengejek dengan kelompok lawan (outgroup).

Termasuk jika ada teman karib,saudara,bahkan suamiistri yang terpisah dalam dua kelompok yang bersaing. Kesimpulannya,kita tidak bisa menilai kelompok dari kacamata kelompok lain karena pasti ada kecenderungan bias dan secara potensial bisa menyebabkan konflik.

*** Begitu juga dengan mudik.Pak dai dalam kultumnya menilai mudik dari kacamata agama,di luar budaya (outgroup), sehingga menegatifkan mudik sebagai gejala yang tidak ada di Alquran dan Hadis.Namun untuk para pemudik sendiri, mereka oke-okesaja,kok.Kehabisan tiket, ya antre lagi, nahan kencing belasanjam dikeretaapi yangpanas dan pengap, ya gak papa.Yang penting ketemu keluarga, sungkem orang tua,dan bisa main lagi dengan teman-teman masa kecil.

Karduskardus bekas isi oleh-oleh membuktikan betapa suksesnya mereka selama setahun di Jakarta.Alangkah indahnya Lebaran.Sesudah itu mereka balik lagi ke kota besar,desakdesakan lagi dan berutang lagi.Nantitahundepanmudiklagi. Begitulah untuk seterusnya. Perasaan ngumpul bareng keluarga itulah yang tidak bisa diganti dengan e-mail,Facebook, apalagi SMS.

Ketika berkumpul itu terjadi saling lepas rindu, saling berbagi, saling cerita, pokoknya yang dalam bahasa agama disebut dengan silaturahmi. Tentang silaturahmi, jelas ada di Alquran dan Hadis. Inilah salah satu inti ajaran Islam. Hablum-minannas (hubungan sesama manusia) sama pentingnya, bahkan terkadang lebih penting, daripada hablum-minallah (hubungan dengan Tuhan).

Muslim atau bisa juga disebut umat Islam (bukan umat muslim,ya) di Indonesia menerjemahkan silaturahmi antara lain dalam kebiasaan pulang mudik. Bersamaan dengan pulang kampung itu,dibawa juga alat-alat canggih seperti pesawat TV, HP, kamera digital, dan komputer, semuanya membuat orang-orang kampung jadi pinter, dan duit seabreg- abreg yang membuat orang kampung jadi makmur. Karena itu, ketika istri saya ngomelgara-gara pembantu pengin pulang, tetapi kapan baliknya nggak jelas, saya bilang, biar aja deh. Nanti kita kan juga bisa cari pembantu lain.(*)


sumber:seputarindonesia
SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi UI

No comments:

Post a Comment